Fintech Ilegal Sebatas Diblokir, OJK: Perlu Regulasi Lebih Tinggi

0

Tandaseru – Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi OJK menemukan 168 perusahaan fintech ilegal sejak Januari-Februari. Total fintech P2P lending ilegal tercatat 803 sejak Juli 2018 hingga Maret 2019. 

 Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menjelaskan, pihaknya sudah berkoordinasi dengan Kementerian Kominfo untuk memberantas fintech ilegal.

“[Daftar] yang sudah teregistrasi kita sampaikan ke Kominfo. Sehingga kalau tidak ada di platform internet yang tidak teregistrasi otomatis akan diblok oleh Kominfo. Otomatis,” kata Wimboh seraya menyatakan saat ini sebanyak 600 fintech P2P ilegal sudah diblokir oleh Kementerian Kominfo. 

Tentunya, OJK tak main-main dalam melakukan pengawasan terhadap Financial Technology (Fintech). Hal itu sebagai bagian dari upaya untuk merespons banyaknya Fintech ‘bodong’ alias ilegal.

Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK, Hendrikus Passagi mengatakan, dalam beberapa tahun terakhir, lembaganya terus mendorong para pelaku bisnis ini untuk mendaftar secara legal.

“Ini untuk memudahkan pengawasan. Sekaligus memberikan rasa aman kepada konsumen maupun penyedia jasa (fintech),” ujar Hendrikus ketika memberikan keterangan pers di Gedung Ombudsman Republik Indonesia (ORI), Jakarta, Jumat (08/03).

Hendrikus memaparkan, untuk fintech peer to peer (P2P) lending-layanan pinjam meminjam secara online- yang terdaftar di OJK, payung hukumnya mengacu pada Peraturan OJK (POJK) Nomor 77 Tahun 2016. Yakni tentang layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi.

“Jadi tugas kami berdasarkan POJK yang ada adalah untuk mengatur, memberi izin dan mengawasi Fintech P2P Lending yang terdaftar. Sementara untuk fintech ilegal atau yang belum terdaftar di OJK, diperlukan regulasi yang lebih tinggi kedudukannya dari POJK,” paparya

Menurut Hendrikus yang dimaksud dengan regulasi yang lebih tinggi dalam kedudukannya adalah peraturan perundang-undangan. Misalnya Undang-undang Perbankan maupun beleid lain yang menggunakan kata ‘Barang Siapa’.

“Dengan adanya kata ‘Barang Siapa’ dalam undang-undang, konsekuensinya akan ada sanksi pidana,” tegas dia. Sebaliknya, untuk level POJK tidak ada kata-kata itu. Pasalnya, POJK lebih rendah levelnya dan tidak ada sanksi pidana penjara atau pidana denda. “Sanksi maksimalnya hanya pencabutan tanda daftar atau perizinan,” jelas Hendrikus.

3 Comments
  1. … [Trackback]

    […] Information to that Topic: tandaseru.id/2019/03/10/fintech-ilegal-sebatas-diblokir-ojk-perlu-regulasi-lebih-tinggi/ […]

  2. url

    … [Trackback]

    […] Find More here on that Topic: tandaseru.id/2019/03/10/fintech-ilegal-sebatas-diblokir-ojk-perlu-regulasi-lebih-tinggi/ […]

  3. ข่าวบอล

    … [Trackback]

    […] There you will find 68335 more Information to that Topic: tandaseru.id/2019/03/10/fintech-ilegal-sebatas-diblokir-ojk-perlu-regulasi-lebih-tinggi/ […]

Comments are closed, but trackbacks and pingbacks are open.