Pendanaan Riset Rendah, Kemendikbud-Ristek: Pemerintah Masih Mendominasi
JAKARTA (tandaseru.id) – Webinar MIPI membahas tentang cara memperkuat riset dan inovasi Nasional, singgung pendanaan riset rendah, pihak Kemendikbud –Ristek menilai Pemerintah masih mendominasi, Sabtu, (28/8).
Dalam webinar MIPI (Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia) yang bertajuk “Sinergi Memperkuat Riset dan Inovasi Nasional” Laksana Tri Handoko, Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menjadi salah satu pembicara.
Ada 4 pilar pembangunan dan BRIN salah satu yang berada didalamnya bertugas pada pembangunan manusia dan penguasaan iptek yaitu terkait peningkatan sumbangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam pembangunan.
Agar riset dan inovasi berjalan dengan baik, sebenarnya regulasi sudah sangat memadai untuk mendorong aktivitas riset dan inovasi tersebut namun untuk pengungkit ekosistem riset dan inovasi merupakan tugas BRIN.
“Tapi problem utamanya, critical mass yang rendah karena SDM maupun infrastruktur apalagi anggaran terlalu di ecer-ecer ke banyak tempat dan dominasi lembaga pemerintah. Padahal standarnya belanja riset dari pemerintah itu hanya 20% dan dari luar pemerintah itu 80%, sementara di indonesia terbalik. Maka ada masalah dengan kita untuk mendorong industri bisa masuk ke aktivitas riset,” tutur Handoko
Hal itu sejalan dengan apa yang diungkapkan Nizam, Dirjen Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi Kemendikbud-Ristek bahwa pendanaan riset Indonesia masih sangat rendah.
Pasalnya, Nizam menilai pendanaan yang didapat dari dunia bisnis dan industri masih rendah dan itu yang perlu di dorong, karena pendanaan riset di Indonesia masih didominasi peran dari pemerintah.
“Kenapa perlu didorong? memang riset itu bisa gagal tapi kegagalan itu adalah aset pengetahuan untuk melakukan perbaikan dan meningkatkan keberhasilan dan untuk memahami berbagai fenomena yang bisa terjadi, tapi yang pasti berhasil dari aktivitas riset, adalah kontribusi kita dalam membina dan menciptakan talenta SDM unggul di bidang masing-masing,” kata Kepala BRIN
Apalagi data dari Kemendikbud-Ristek menyatakan, akan ada dampak dari revolusi industri 4.0 salah satunya akan ada 23 juta pekerjaan yang digantikan oleh robot atau mesin cerdas hingga 2030, namun peluangnya akan lahir pekerjaan baru sebanyak 27-46 juta dan 10 juta di antaranya belum pernah ada sebelumnya.
“Itu sebabnya tantangan bagi kita untuk penyiapan skill dan kompetensi baru, terus melakukan riset dan inovasi, agar bangsa bisa bersaing dengan dunia.” Tambah Nizam.