Menperin: Kontribusi Manufaktur Indonesia Sumbang 30 Persen PDB
JAKARTA (!) – Kontribusi manufaktur Indonesia mampu menembus 30 persen penyumbang pada Produk Domestik Bruto (PDB) dan pertumbuhan ekonomi Indonesia melalui pajak dan cukai dihitung dari proses pra produksi, produksi dan pasca produksi.
“Paradigma industri manufaktur global saat ini, berdasarkan kesepakatan di World Economic Forum, proses produksi sebagai satu-kesatuan. Oleh karena itu, kita sudah tidak bisa lagi melihat produksi hanya di pabrik saja,” ungkap Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto sesuai keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis (4/1).
Manufaktur katanya dinilai menjadi salah satu sektor unggulan dalam mendorong percepatan pembangunan dan pemerataan ekonomi nasional. Karena itu, saat ini penting melakukan transformasi ekonomi, yang menggeser ekonomi berbasis konsumsi menjadi berbasis manufaktur.
“Suatu negara dikatakan maju apabila industrinya tangguh. Untuk itu, kami terus fokus menjalankan kebijakan hilirisasi industri yang konsisten membawa multiplier effect bagi perekonomian,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto sesuai keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis (4/1).
Merujuk data United Nations Statistics Division pada tahun 2016, Indonesia menempati peringkat keempat dunia dari 15 negara yang industri manufakturnya memberikan kontribusi signifikan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Indonesia mampu menyumbangkan hingga mencapai 22 persen setelah Korea Selatan (29 persen), Tiongkok (27 persen), dan Jerman (23 persen).
Rata-rata kontribusi dari 15 negara yang disurvei adalah 17 persen. Inggris berada di bawah rata-rata dengan kontribusi 10 persen, sedangkan Jepang dan Meksiko di bawah Indonesia dengan capaian kontribusinya 19 persen.
“Capaian 22 persen itu sangatlah besar, sehingga Indonesia masuk dalam jajaran elite dunia,” lanjut Menperin.
Sementara itu, berdasarkan laporan United Nations Industrial Development Organization (UNIDO), Indonesia menduduki peringkat ke-9 di dunia atau naik dari peringkat tahun sebelumnya di posisi ke-10 untuk kategori manufacturing value added.
Peringkat ke-9 ini sejajar dengan Brasil dan Inggris, bahkan lebih tinggi dari Rusia, Australia, dan negara ASEAN lainnya.