© 2021 - Tandaseru.id.
Managed by PT. Media Garda Bangsa
JAKARTA (!)-Lahirnya gerakan-gerakan radikalisme merupakan bentuk perlawanan terhadap hegemoni ideologi liberalisme barat, sehingga kemenangan ideologi liberalisme dikukuhkan menjadi ideologi penguasa politik dunia.
“Setelah cold war, ideologi di dunia tidak lagi bipolar. Banyak yang menyebutnya multipolar, tetapi bagi saya monopolar, yaitu liberalisme barat” ungkap Kapolri Jenderal Tito Karnavian pada acara Semiloka bertajuk Indonesia di Persimpangan: Negara Pancasila vs Negara Agama, Sabtu (8/4/2017),
Setelah perang dingin, lanjutnya kemenangan ideologi liberalisme dikukuhkan menjadi ideologi penguasa politik dunia.Hegemoni liberalisme sebagai penguasa ini yang memunculkan perlawanan dari ideologi yang tidak sejalan. Demokrasi liberal ini dilawan karena dianggap bertentangan dengan ajaran agama, seperti Islam.
Tito melihat konflik agama dan demokrasi merupakan resiko dari kemenangan ideologi liberalisme dari barat. Dibarengi juga dengan adanya konsep islam ummah, yang mencita-citakan kesatuan di bawah kekuasaan islam.
Kericuhan di negara-negara timur tengah menjadi faktor pemicu gerakan radikalisme. Konflik yang awalnya ada di Timur Tengah, malah tumpah ruah ke wilayah lain, termasuk Indonesia.
Ahmad Syafii Maarif atau yang dikenal dengan Buya Syafii, berpendapat kondisi konflik agama di Indonesia ini karena tersebarnya apa yang disebut dengan Teologi maut.
Teologi maut adalah paham berani mati, tetapi tidak berani hidup, dan paham ini memonopoli kebenaran bagi miliknya sendiri.“Saya sampai menghubungi pak kapolri, jangan mau takluk sama mereka”, ujar Buya.(ab)