© 2021 - Tandaseru.id.
Managed by PT. Media Garda Bangsa
YOGYAKARTA (!)- Pemerintah akan menurunkan bauran energi minyak bumi dari sekitar 40% menjadi hanya 25% tahun 2025 melalui pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT) seperti bioetanol.
Kepala Balitbang ESDM, Sutijastoto mengatakan potensi pengembangan bioetanol besar dan produktifitasnya tinggi, dan jika ini dilakukan maka akan mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap minyak yang selama ini masih tinggi.
“Porsi bauran energi minyak saat ini lebih dari 40%, dan tahun 2025 kita turunkan hampir separuhnya. Walaupun peranannya turun, tapi by volume kebutuhan minyak masih meningkat,” ungkap Sutijastoto pada Seminar Nasional: “Menuju Indonesia Adidaya, Menjawab Tantangan Energi, Air dan Pangan Masa Depan” di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta,
Tahun ini katanya kebutuhan minyak sekitar 1,6 juta barel per hari (bph). Meski tahun 2025 baurannya diturunkan menjadi 25%, tetapi volumenya meningkat menjadi sekitar 1,9 juta bph. Padahal produksi minyak kita kurang dari 800.000 bph, itupun masih ada yang diekspor.
“Bioetanol dari sorghum itu sangat potensial di Indonesia, dan itu setahun bisa panen 3 kali. Walaupun secara volume, kalau dibandingkan dengan tebu lebih sedikit produktifitasnya untuk menghasilkan bioetanol, tetapi karena bisa dipanen 3 kali setahun, maka produktifitasnya bisa melebih tebu dalam setahun. Itu yang kita olah batangnya, bijinya kita olah untuk pangan. Inilah potensi energi yang bisa disinergikan dengan pangan,” ungkap Sutijastoto.
Pengembangan bioetanol tersebut telah dimulai dengan penanaman sorghum dan kemiri sunan di kebun percobaan di Bantul, DIY Yogyakarta, dengan pembiayaan APBN. Untuk penerangan di kebon biofuel tersebut menggunakan energi surya.
Saat ini sedang dilakukan kajian keekonomian untuk komersialisasi fasilitas pengolahan bioetanol berkapasitas 30 ribu kilo liter per tahun, yang hasilnya dapat digunakan sebagai campuran BBM. Apabila dilakukan di wilayah yang masih terpencil dengan infrastruktur terbatas seperti di Timur Indonesia, maka dapat membuat biaya pokok penyediaan BBM lebih efisien.
Untuk mencapai target bauran EBT sebesar 25% pada tahun 2025, berbagai upaya terobosan harus makin ditingkatkan, baik yang berskala besar maupun skala kecil. Meskipun skala kecil tapi jika banyak, tersebar dan dilakukan oleh berbagai elemen masyarakat, tentu akan membawa dampak yang luas juga. Kerjasama dengan berbagai stakeholders terutama akademisi perlu terus digalakkan.(arh)