© 2021 - Tandaseru.id.
Managed by PT. Media Garda Bangsa
Tahapan Pemilu Dimulai Juni 2017, Revisi UU Belum Tuntas
JAKARTA (!) – Menteri Dalam Negeri (Mendgari) Tjahjo Kumolo mengatakan tahapan pemilu tahun 2019, akan dimulai bulan Juni 2017. Karena itu, revisi Undang-undang (UU) Penyelenggara Pemilu diharapkan selesai pada Mei ini.
“Revisi UU Penyelenggara Pemilu serentak mudah-mudahan Mei selesai karena Juni sudah mulai tahapan. Soal masih isu krusial mau diputuskan di Pansus, musyawarah atau voting paripurna silahkan,” kata Tjahjo di Istana Wakil Presiden (Wapres), Jakarta, Kamis (4/5).
Tjahjo mengungkapkan persoalan yang penting adalah pembahasan menyangkut sistem terbuka atau tertutup. Demikian juga, ketentuan perihal Presidential Threshold (PT), namun pemerintah tetap mengajukan opsi pelaksanaan pemilu terbatas tertutup dan peningkatan Parliamentary Threshold setiap tahunnya.
“Penambahan jumlah anggota DPR lebih kurang 19 pada pemilu, pemerintah baru setuju 5 untuk Kepulauan Riau dan 3 untuk daerah baru di Kalimantan Utara. Parliamentary Threshold, DPR sekarang 3,5. Kami ingin setiap tahun ada peningakatan tetapi ada partai yang tetap menginginkan 3,5 dan ada juga yang 5,” ujarnya.
Pemerintah menegaskan ketidaksetujuan perihal penghilangan Presidential Threshold . Sebab, penghilangan syarat PT untuk mengajukan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres), dianggapnya tidak adil.
“Syarat presiden, banyak yang menginginkan saat ikut pilleg (pemilihan legislatif) punya hak untuk mencalonkan presiden dan wapres. Dari kacamata pemerintah kan tidak fair. Ujian parpol punya legitimasi itu pilihan masyarakat, harus ada pemilu,” jelasnya.
Pemerintah tetap mengajukan Presidential Threshold 20-25 persen sebagai syarat pengajuan capres dan cawapres. Lebih lanjut, pemerintah kata Tjahjo juga menolak usulan pembebanan uang saksi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
“Ada juga permintaan uang saksi dianggarkan lewat APBN. Saya hitung satu putaran bisa Rp 10 teriliun hingga Rp 15 triliun. Kalau 2 kali per TPS (Tempat Pemungutan Suara), per saksi Rp 300.000, itu kan tidak mungkin. Nanti solusi yang terbaik bagaimana lah nanti,” paparnya.(arh)