Jakarta (tandaseru.id)- Menyiapkan generasi mendatang adalah tugas kita bersama, diperlukan daya upaya yang jelas untuk menghasilkan karakter pemuda generasi bangsa yang mampu membawa nilai-nilai Pancasila untuk keberlangsungan Indonesia dimasa yang akan datang.
Dalam talkshow Nasional Is Me Indonesia Pasti Bisa ini dibahas dengan menghadirkan tiga narasumber kawakan, yaitu Agus Muhammad Solihin (Analisis Keibjakan Ahlimadya), Ary M.Wibowo (Founder of SIP Institute), Henny Kristianus(Founder of Yayasan Tangan Pengharapan), dengan mengusung tema PEMUDA (PEMimpin Untuk masa dePAn), talkshow kali ini dipandu oleh Marsya Manopo dan Jolene Marie, Jumat (30/04).
Visi Kemendikbud hingga 2024 ialah mendukung visi misi Presiden, untuk mewujudkan Indonesia maju yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian melalui terciptanya Pelajar Pancasila yang bernalar kritis, kreatif, mandiri, beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia, bergotong royong, dan berkebinekaan global.
Profil Pelajar Pancasila sendiri terdiri dari 6 dimensi, yaitu, beriman, kemandirian, bernalar kritis, kreatif, gotong royong, berkebhinekaan global.
“Perbededaan dunia pendidikan antara pusat dan daerah tentu ada, untuk itulah kami melakukan kampanye komunikasi, baik melalui media televisi, medsos, youtube channel, disamping itu juga membangun kerjasama dengan komunitas agen penguatan karakter, fasilitator penguatan karakter, dan sahabat karakter, serta yang lebih penting ialah sinergitas kesatuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat,” ungkap Agus.
Agus melanjutkan, perkembangan teknologi saat ini berlangung sangat cepat, ini berbuntut pada perubahan kultur masyarakat kita, yang perlu di ingat adalah teknologi bukan untuk dihindari, tapi digunakan secara benar.
“Permasalahan yang terjadi seperti radikalisme, penyalahgunaan narkoba, intoleransi, adalah pengaruh dari konten-konten negatif yang beredar di medsos, untuk melawan itu semua kita harus memperbanyak konten-konten positif,” lanjut Agus.
Berbicara soal kepemimpinan, sejatinya pemimpin itu bukan ditunggu, tapi dengan sengaja dan konsisten dibangun terus menerus karena setiap manusia memiliki jiwa kepemimpinan, masalahnya, ketika dia dewasa ada tidak yang membantunya menjadi seorang pemimpin.
“Dalam konteks pembangunan karakter dan kepemimpinan itu sendiri yang menjadi masalah ada dua, yang pertama ialah, relevansi, bagaimana nilai-nilai yang diberikan kepada siswa dapat menyesuaikan dengan keadaan saat ini, kemudian adalah kesinambungan, bagaimana metode, program ini tidak selalu berubah ketika terjadinya perubahan kekuasaan pada pemerintahan,” ujar Ary.
Proses pembentukan karakter dan kepemimpinan ini tidak bisa dilakukan dengan instan, sehingga seorang anak bisa tumbuh dewasa dengan mengikuti prosesnya dan menjadi pemimpin yang dewasa nantinya.
Henny menambahkan, bila saat ini sosok tauladan itu sulit dicari, maka dari itu implementasi karakter Pancasila kuncinya ada pada guru, siapa guru kita, itu yang menjadi masalah.
“Agar karakter dan calon pemimpin masa depan bisa berjiwa Pancasila, maka kita sangat perlu menciptakan sosok-sosok guru yang bisa dijadikan tauladan bagi generasi masa depan Indonesia,” Pungkas Henny.