Mitos di Balik Lebaran dari Halal Bihalal Hingga Pakai Baju Baru
JAKARTA (tandaseru)– Setelah sebulan penuh menjalani ibadah puasa di bulan Ramadan, kini umat Muslim tengah bersuka cita merayakan Idul Fitri sebagai hari kemenangan.
Meski saat ini pandemi Covid-19 tengah melanda seluruh dunia dan berdampak pada tradisi lebaran, namun nilai Idul Fitri sebagai momen saling memaafkan tak pernah luntur.
Dalam talkshow Ngupi Daruraat, Selasa (26/5) merupakan sebuah program yang akan mengupas topik dari rumah tapi brasa dekat dengan tema “Mitos di Balik Lebaran” dengan pembicara Mohammad Sabri, Boy William dan Mutia S. Rachman.
Adapun talkshow ini dipandu oleh Yohana Elizabeth dan Yosi Mokalu akan mengupas mitos-mitos di balik lebaran yang menjadi tradisi di Indonesia.
Di Indonesia sendiri, ada ragam tradisi unik Lebaran yang setiap tahunnya dilakukan secara turun-temurun. Tradisi Lebaran ini menjadi ciri khas yang begitu kental bagi masyarakat Indonesia.
Halal Bihalal
Salah satu tradisi yang lekat dengan perayaan Idul Fitri adalah halal bihalal, yaitu momen untuk berkumpul bersama keluarga besar atau teman semasa sekolah.
Halal Bihalal pun menjadi perdebatan, pasalnya suasana elite politik di tahun 1948 tengah memanas, pada pertengahan Ramadan ini Bung Karno memanggil KH Wahab Chasbullah untuk meminta pendapat.
KH Wahab pun menyarankan Bung Karno untuk menggelar acara silaturahim di antara elite politik dengan memanfaatkan momentum Idul Fitri.
“Halal Bihalal tidak sesuai dengan kaidah Arab, itu adalah bahasa Arab orang Indonesia, yakni halat dan halal artinya saling menghalalkan dan memaafkan. Intinya silaturahmi,” jelas Mohammad Sabri.
Dengan demikian, meski berasal dari bahasa Arab, orang Arab sendiri tidak akan mengerti makna esensi dari halal bihalal, karena tradisi tersebut hanya ada di Indonesia.
Tak hanya umat Muslim, umat Kristiani pun memiliki tradisi dalam merayakan Natal. Hal tersebut diungkapkan Yosi Mokalu.
“Tak hanya Islam, tapi di Kristiani pun punya mitos dalam merayakan Natal, seperti adanya pohon natal yang bukan sebagai ajaran tapi suatu tradisi,” ujar Yosi Mokalu.
Bagi-bagi THR
Satu momen yang paling ditunggu-tunggu saat Hari Raya Idul Fitri tiba adalah tradisi bagi-bagi THR (Tunjangan Hari Raya).
Tradisi “salam tempel” ini dilakukan para orang tua atau sanak saudara setelah Halal Bihalal. Biasanya nominal THR disesuaikan dengan usia.
Namun hal ini bukan menjadi ajaran dalam Islam, melainkan tradisi unik saat Lebaran yang ada di Indonesia.
“Memberikan uang (THR) adalah salah satu ekspresi yang bersifat materil, selain itu bisa dibilang aku sukses dalam menemukan diriku (Idul Fitri),” ujar Mohammad Sabri.
Boy William pun berbagi cerita terkait bagi-bagi THR yang tak hanya terjadi di umat Muslim saja, melainkan juga menjadi tradisi saat perayaan tahun baru China, bahkan dalam perayaan Natal.
“Bagi THR ini juga aku rasakan di perayaan Tahun Baru China. Bahkan kalau di Kristiani dulu kita diajarin harus berbuat baik, kalau nggak nanti sinterklaus nggak akan kasih kado (penyambutan natal),” jelas Boy William.
Menyediakan ketupat
Dalam perayaan Idul Fitri, umat Muslim di Indonesia juga memiliki tradisi makanan yang melekat dihadirkan dalam momen Lebaran, yakni menyediakan ketupat, rendang dan opor ayam.
Mohammad Sabri juga menjelaskan dengan menyediakan ketupat memberi arti filosofi Jawa bahwa kita melebarkan diri secara sosial atau membuka diri dalam ruag silaturahmi dengan melewati sekat-sekat kultural dan agama.
… [Trackback]
[…] Find More Info here on that Topic: tandaseru.id/2020/05/26/mitos-di-balik-lebaran-dari-halal-bihalal-hingga-pakai-baju-baru/ […]