Mengenang 5000 Korban Gempa, Monumen Akan Berdiri di Petobo!
Tandaseru – Fenomena likuifaksi tanah sempat menghebohkan ketika gempa Palu, ada 5000 jiwa tertimbun, rencananya akan ada monumen gempa di Petobo loh!
Seperti yang telah diketahui bersama, Petobo dan sekitarnya luluhlanta akibat likuifaksi yang membuat struktur tanah amblas dan menimbun ratusan bangunan ke dasar bumi.
Hal itu menjadikan banyaknya korban jiwa ikut tertimbun hingga menyulitkan petugas berwenang serta relawan mengevakuasi warga yang terjebak hingga banyak yang tak ditemukan.
Dikutip dari news.detik.com, proses evakuasi serta pencarian di Petobo dan Balaroa sudah dihentikan sepenuhnya pada 11 Oktober 2018 lalu. Sebagai akhir proses pencarian, diadakan do’a bersama dan wilayah terdampak likuifaksi ditutup.
Gantinya, pemerintah setempat berencana untuk mendirikan monumen peringatan di lokasi tersebut. Bagaimana kisah lengkapnya?
Monumen gempa di Petobo didirikan antara Petobo dan Balaroa!
Akibat struktur tanah yang sudah tidak memungkinkan lagi untuk dihuni manusia, maka lokasi Petobo dan Balaroa nantinya akan diubah jadi areal hijau terbuka yang dibangun di atasnya sebuah monumen.
Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho pun mengungkapkan lokasi tersebut akan dialihfungsikan sebagai memorial park serta sarana edukasi yang bersejarah mengenang bencana likuifaksi.
Seperti dilansir dari kumparan.com, tanah yang ada di Balaroa amblas sedalam 3 meter sekaligus terangkat 2 meter. Hal itu membuat sedikitnya ada 5.000 jiwa di kedua lokasi hilang terhisap lumpur serta tanah ketika likuifaksi.
Monumen sekaligus kuburan bagi korban tak ditemukan
Ketika benar-benar terjadi wilayah Petobo dan Balaroa dibangun sebuah monumen di atasnya, maka hal tersebut secara tidak langsung menjadi sebuah kuburan massal bagi seluruh korban yang tidak berhasil ditemukan.
Sekalipun memiliki konsep ruang terbuka hijau sekaligus memorial park, ada baiknya lokasi tersebut juga digunakan sebagai sarana untuk penyuluhan soal bahaya dan dampak dari likuifaksi bagi kehidupan bermasyarakat.
Selain itu, keberadaan monumen kenangan itu dapat dijadikan semacam indikator untuk jenis wilayah yang dapat sewaktu-waktu hancur akibat bencana.
Memang, tidak ada pilihan lagi selain membuat Petobo dan Balaroa sebagai ruang terbuka hijau. Bukan hanya tak mampu lagi ditinggali manusia, kesulitan untuk proses evakuasi serta keterbatasan sarana pun jadi salah satu alasan.
Dengan adanya monumen, diharapkan banyak orang yang ingat pada peristiwa tersebut dan mampu belajar serta mempersiapkan diri untuk kedatangan bencana yang tak disangka.
Menurut Anda bagaimana dengan monumen gempa di Petobo? Seperti apa tanggapan Anda soal fenomena likuifaksi?
Comments are closed.