Soal Pemulihan Ekonomi dan Postur APBN 2020, Ini Penjelasan Menkeu Sri Mulyani

0

JAKARTA (tandaseru) – Menkeu Sri Mulyani megungkapkan dalam pemulihan ekonomi, Kemenkeu memasukkan di dalam postur APBN revisi dana insentif daerah tambahan sebesar Rp5 triliun.

Selain itu katanya dana alokasi khusus fisik untuk mendukung pemerintah daerah yang akan melakukan program-program swakelola padat karya menggunakan tenaga lokal yang bisa diselesaikan dalam kurun waktu 5 bulan ke depan, sebelum berakhirnya tahun anggaran 2020.

“Kami mengalokasikan Rp8,7 triliun plus tadi Bapak Presiden meminta bagi kami untuk menaikkan fasilitas pinjaman ke daerah,” ujar Sri Mulyani kemarin, Rabu (3/6).

Saat ini, menurut Menkeu, saat Ratas dibahas sebesar Rp1 triliun Presiden untuk meminta membuat kajian mengenai kebutuhan pemerintah daerah yang menghadapi kondisi penerimaan asli daerahnya turun drastis akibat Covid-19 dan penerapan PSBB, untuk bisa mendapatkan akses pinjaman sehingga mereka bisa melakukan program-program daerahnya dalam penanganan Covid-19 maupun memulihkan ekonominya.

Di dalam Rapat Terbatas kita juga memberikan dukungan kepada sektor pariwisata, sektor perikanan dan nelayan, serta sektor pertanian, dan sektor perumahan yang tujuannya adalah untuk memulihkan kegiatan ekonomi, selain program padat karya dari kementerian/lembaga yang mencakup Rp18,44 triliun. Ini adalah program pemulihan ekonomi keseluruhan,” jelasnya.

Sementara itu, Menkeu menjelaskan dengan program pemulihan ekonomi dan penanganan Covid-19 tahun 2020 ini, maka APBN 2020 mengalami perubahan postur.

“Yang tadi telah ditetapkan oleh Bapak Presiden sesudah kita juga mendengar masukan dari Badan Anggaran maupun Komisi XI adalah pendapatan negara akan dikoreksi lagi dari Perpres yang tadinya menyebutkan Rp1.760,9 triliun akan mengalami penurunan ke Rp1.699,1 triliun, dimana penerimaan perpajakan dari Rp1.462,6 triliun akan menjadi Rp1.404,5 triliun,” ujarnya.

Belanja negara di satu sisi, sambung Menkeu, untuk menampung berbagai program pemulihan dan penanganan Covid-19 akan meningkat, dari yang di dalam Perpres Nomor 54 Tahun 2020 sebesar Rp2.613,8 triliun, akan direvisi menjadi Rp.2.738,4 triliun atau terjadi kenaikan belanja Rp124,5 triliun yang mencakup berbagai belanja untuk mendukung pemulihan ekonomi dan penanganan Covid-19, termasuk untuk daerah dan sektoral.

“Dengan demikian, Perpres Nomor 54 Tahun 2020 mengenai postur APBN akan direvisi dengan defisit yang meningkat, dari Rp852,9 triliun atau 5,07% dari produk domestik bruto (PDB) meningkat menjadi Rp1.039,2 triliun  atau menjadi 6,34% dari produk domestik bruto,” jelasnya.

Kenaikan defisit ini, menurut Menkeu, akan tetap dijaga secara hati-hati, seperti instruksi Presiden dari sisi sustainabilitas dan pembiayaannya Kemenkeu akan menggunakan berbagai sumber pendanaan yang memiliki risiko paling kecil dan dengan biaya yang paling kompetitif atau paling rendah.

“Termasuk menggunakan sumber internal pemerintah sendiri, seperti penggunaan saldo anggaran lebihnya pemerintah, dana abadi yang dimiliki pemerintah untuk bidang kesehatan, dan BLU, serta penarikan pinjaman program dengan bunga yang rendah,” kata Menkeu.

Kemenkeu, menurut Sri Mulyani akan melakukan penerbitan Surat Berharga Negara di domestik maupun di global dan dukungan dari Bank Indonesia melalui kebijakan-kebijakan moneternya, seperti penurunan giro wajib minimum (GWM) dan Bank Indonesia sebagai standby buyer di dalam pasar perdana, serta dari sisi dukungan Bank Indonesia untuk berbagai program yang melibatkan pembiayaan below the line.

“Kami bersama Pak Perry (Gubernur Bank Indonesia) melakukan SKB mengenai mekanisme pembiayaan yang above the line melalui market, dan kami akan melakukan lagi SKB kedua mengenai bagaimana sharing the burden secara baik untuk menjaga sustainabilitas dari kebijakan fiskal maupun dari independensi serta kredibilitas dari kebijakan moneter,” terangnya.

Kemenkeu dan BI, katanya akan menyampaikan surat kesepakatan bersama, karena Kemenkeu dan BI harus menjaga dari sisi kualitas kebijakan moneter dan fiskal untuk menjaga stabilitas macro economy, mendukung pemulihan ekonomi secara berkelanjutan, dan di sisi lain tetap prudent dan asas transparansi dan akuntabilitas tetap dilaksanakan oleh kedua institusi moneter dan fiskal.

“Kita juga melakukan bersama-sama dengan OJK sehingga peranan dari lembaga keuangan, baik perbankan maupun bukan bank, bisa ikut melaksanakan proses pemulihan ekonomi dan juga ikut sharing risiko dan burden-nya,” katanya.

Menkeu berharap ekonomi Indonesia yang mengalami tekanan luar biasa akibat pandemi Covid-19 ini, bisa terus dijaga bersama dan diminimalkan dampak negatifnya.

“Tentu tekanan yang berat tahun 2020 nanti akan berakibat juga kepada postur APBN  2021 dan selanjutnya. Untuk RAPBN 2021 kita harapkan akan tetap konsisten di dalam tema menjaga dampak Covid-19 dari sisi kesehatan, dari sisi masyarakat sosial terutama masyarakat miskin, dan dari sisi ekonomi, serta secara terus-menerus mendukung pemulihan ekonomi,” katanya.

 

Leave A Reply

Your email address will not be published.