PVMBG Belum Simpulkan Penyebab Tsunami Selat Sunda

3

Tandaseru – Kepala Bidang Mitigasi Gunung Api, Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Wawan Irawan, mengatakan sementara ini pihaknya tak bisa menyimpulkan dulu tsunami tersebut terjadi akibat krakatau atau bukan.

“Kalau dari sisi kegempaan jelas itu jelas tsunami bukan karena letusan Krakatau. Tapi yang perlu kita cek itu apakah ada longsoran tubuh dari Krakataunya sendiri. Sehingga menyebabkan tsunami,” ujar Wawan kepada wartawan, Minggu (23/12).

Menurut Wawan, kalau tsunami tersebut disebabkan oleh Gunung Krakatau, seharusnya kalau terjadi longsoran ada letusan yang besar sekali sehingga terjadi tsunami.

Sejauh ini, memang pernah terjadi tsunami yang dipicu oleh Krakatau. “Itu ya pada saat letusan 1883. Salah satunya ada longsoran Krakataunya. Besarannya di atas 6 BE nya,” katanya.

Wawan mengatakan, saat ini langkah yang mendesak adalah pihaknya akan mengecek ke lapangan apa betul karena letusan Krakatau, lalu akan dilihat apakah ada longsoroan dan akan memperbaiki alat-alat yang terganggu.

“Kami pun akan berkoordinasi dengan BPBD dan pemerintah daerah karena mereka yang punya masyarakat,” kata Wawan seraya mengatakan sekitar pukul 21.03 WIB saat kejadian peralatan terganggu karena lontaran dari vulkanik.

Sedangkan berkaitan dengan aktivitas erupsi Gunung Anak Krakatau, menurut Wawan, Gunungapi Anak Krakatau terletak di Selat Sunda adalah gunungapi strato tipe A dan merupakan gunungapi muda yang muncul dalam kaldera, pasca erupsi paroksimal tahun 1883 dari kompleks vulkanik Krakatau.

Wawan menjelaskan, aktivitas erupsi pasca pembentukan gunung ini dimulai sejak tahun 1927, pada saat tubuh gunungapi masih di bawah permukaan laut. Tubuh Anak Krakatau muncul ke permukaan laut sejak tahun 1929. Sejak saat itu dan hingga kini Gunung Anak Krakatau berada dalam fasa konstruksi (membangun tubuhnya hingga besar).

Saat ini, kata dia, Gunung Anak Krakatau mempunyai elevasi tertinggi 338 meter dari muka laut (pengukuran September 2018). Karakter letusannya adalah erupsi magmatik yang berupa erupsi ekplosif lemah (strombolian) dan erupsi epusif berupa aliran lava.

Pada 2016 letusan terjadi pada 20 Juni 2016, sedangkan pada tahun 2017 letusan terjadi pada tanggal 19 Februari 2017 berupa letusan strombolian. Kemudian, pada 2018 ini, kembali meletus sejak tanggal 29 Juni 2018 sampai saat ini berupa letusan strombolian.

Letusan pada tahun 2018, kata dia, precursor letusan 2018 diawali dengan munculnya gempa tremor dan penigkatan jumlah gempa Hembusan dan Low Frekuensi pada tanggal 18 hingga 19 Juni 2018. Jumlah Gempa Hembusan terus meningkat dan akhirnya pada tanggal 29 Juni 2018 Gunung Anak Krakatau meletus.

Lontaran material letusan, kata dia, sebagian besar jatuh di sekitar tubuh Gunung Anak Krakatau atau kurang dari 1 km dari kawah. Tetapi sejak tanggal 23 Juli teramati lontaran material pijar yang jatuh di sekitar pantai, sehingga radius bahaya Gunung Krakatau diperluas dari 1km menjadi 2 km dari kawah.

Wawan mengatakan, aktivitas terkini pada 22 Desember, seperti biasa hari-hari sebelumnya, Gunung Anak Krakatau terjadi letusan. Secara visual, teramati letusan dengan tinggi asap berkisar 300 hingga 1500 meter di atas puncak kawah. Secara kegempaan, terekam gempa tremor menerus dengan amplitudo overscale (58 mm).

“Pada pukul 21.03 WIB terjadi letusan, selang beberapa lama ada info tsunami. Pertanyaannya apakah tsunami tersebut ada kaitannya dengan aktivitas letusan, hal ini masih didalami,” tegas Wawan.

2 Comments
  1. more info here

    … [Trackback]

    […] Read More Information here on that Topic: tandaseru.id/2018/12/24/pvmbg-belum-simpulkan-penyebab-tsunami-selat-sunda/ […]

  2. b4R

    … [Trackback]

    […] Information to that Topic: tandaseru.id/2018/12/24/pvmbg-belum-simpulkan-penyebab-tsunami-selat-sunda/ […]

Comments are closed, but trackbacks and pingbacks are open.