Pengacara Senior Ari Yusuf Amir Luncurkan 2 Buku tentang Hukum Pidana Korporasi

1

JAKARTA (tandaseru) – Pengacara senior Ari Yusuf Amir meluncurkan dua buku karyanya tentang hukum pidana korporasi berjudul ‘Doktrin-doktrin Pidana Korporasi’ dan ‘Pidana Untuk Pemegang Saham Korporasi’.

Dalam buku yang diterbitkan oleh Penerbit Arruzz Media tersebut, Ari Yusuf Amir menganalisis mengenai pertanggungjawaban pidana korporasi sebagai subjek hukum pidana menurut hukum positif Indonesia.

Dia juga menganalisis mengenai pertanggungjawaban pidana terhadap pemegang saham korporasi atas tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi, serta sistem pertanggungjawaban pidana terhadap pemegang saham korporasi yang berlaku dan idealnya diterapkan di masa yang akan datang.

“Kedua buku ini diharapkan memberikan manfaat teoritis akademis bagi pengembangan ilmu hukum, khususnya di bidang hukum pidana. Juga dapat menjadi masukan bagi pemerintah dalam membuat kebijakan berkaitan dengan pengaturan sanksi pidana terhadap kejahatan korporasi yang dilakukan oleh pemegang saham  atau yang berkaitan dengan penyempurnaan rancangan Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP),” katanya, Sabtu (17/7).

Dalam buku Doktrin-doktrin Pidana Korporasi, Ari Yusuf memaparkan bahwa korporasi dapat menjadi pelaku tindak pidana karena undang-undang di luar KUHP menyatakan korporasi dapat dimintai pertanggungjawaban pidana.

Pendapat tersebut didasari dengan teori pelaku fungsional, dengan mengacu Pasal 118 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH). Pelaku fungsional dijabarkan sebagai “dilakukan oleh, untuk dan atas nama badan usaha”.

Buku ini juga membahas secara detil beberapa doktrin dalam hukum bisnis terkait dengan pertanggungjawaban pidana korporasi.“Selain itu, dikaitkan juga dengan doktrin-doktrin hukum pidana, sehingga tulisan ini bisa disebut sebagai upaya mensinergikan dua pendekatan hukum,” papar doktor ilmu hukum dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta ini.

UU Perseroan Terbatas

Dalam buku Pidana Untuk Pemegang Saham Koorporasi, Ari Yusuf memaparkan bahwa UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) pada Pasal 3 ayat (1) menganut asas separate corporate personality .

Asas ini memberikan tabir atau batas pemegang saham dengan perseroan terbatas sebagai legal entity tersendiri. Namun demikian, UU PT  juga membatasi kekuasaan pemegang saham seperti tertuang dalam Pasal 3 ayat (2).

Dia juga menjelaskan dalam buku ini, bahwa imunitas pemegang saham dapat berubah menjadi kondisi piercing the corporate veil atau hilangnya imunitas. Artinya pemegang saham dapat dimintai pertanggungjawaban pidana, apabila terbukti tindakan perusahaan dipengaruhi oleh pemegang saham.

“Kondisi seperti itu dapat terjadi apabila pemegang saham menjadi alter ego, dimana pemegang saham menganggap perusahaan sebagai miliknya sendiri,” ujarnya.

Menurut Ari Yusuf, UU PT dapat disebut sebagai undang-undang induk di bidang korporasi. Argumentasinya, Pasal 154 UU PT mengatur bahwa bagi perseroan terbuka berlaku ketentuan undang-undang ini.

“Konseskuensi dari ketentuan Pasal 154 tersebut, maka semua undang-undang yang di dalamnya mengatur tentang korporasi mutatis mutandis tunduk pada UU PT,” jelasnya.

Perlu Direvisi

Ari Yusuf berpendapat semua undang-undang yang di dalamnya mengatur tentang korporasi perlu direvisi, dengan memasukkan doktrin piercing the corporate veil dan doktrin alter egoke dalam perundang-undangan terkait korporasi. Dengan demikian, memberi peluang bagi pemegang saham yang melampaui kewenangannya (ultra vires) dan menggunakan korporasi untuk melakukan tindak pidana, dapat dimintai pertanggungjawaban.

Selain itu, bagi pemegang saham yang melakukan tindak pidana korporasi perlu diterapkan pidana tambahan berupa larangan (selamanya atau dalam jangka waktu tertentu) menjadi pemegang saham di korporasi lain. Adapun korporasi yang melakukan tindak pidana dan/atau digunakan oleh pemegang saham untuk melakukan perbuatan pidana, dapat dikenakan pidana tambahan.

Dia mengatakan, sanksi pidana tambahan untuk korporasi dapat berupa: Kewajiban menyerahkan keuntungan yang diperoleh selama masa korporasi tersebut melakukan tindak pidana, memperbaiki segala kerusakan yang ditimbulkan, dan menyita seluruh aset korporasi untuk negara.

Selain itu, dilarang melakukan kegiatan tertentu baik sementara maupun selamanya, menghentikan kegiatan korporasi atau pencabutan izin baik dalam jangka waktu tertentu maupun selamanya.

Sejumlah tokoh nasional mengapresiasi peluncuran buku ini, antara lain Ketua Mahkamah Agung Muhammad Syarifuddin, anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Artidjo Akostar, Kapolda Nusa Tenggara Barat Irjen Pol. M. Iqbal , Prof. Ridwan Khairandy, dan Prof. Eddy Hiariej.

“Buku ini menjadi salah satu referensi yang diperlukan bagi seorang hakim dalam menghadapi kasus pidana korporasi,” tulis Ketua MA Syarifuddin dalam sampul buku tersebut.

1 Comment
  1. Hot porn

    … [Trackback]

    […] Read More here on that Topic: tandaseru.id/2020/07/18/pengacara-senior-ari-yusuf-amir-luncurkan-2-buku-hukum-pidana-korporasi/ […]

Leave A Reply

Your email address will not be published.